BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan kita sekarangini sudah sangat jauh dari
hukum-hukum alam, yang digantikan oleh hukum-hukum buatan manusia sendiri yang
sangat egoistis dan mengandung nilai hedonis yang sangat besar, sehingga kita
pun merasakann betapa banyaknya bencana yang melanda diri kita. Etika hubungan kita yang humanis dengan komponen hidup kita sudah terabaikan begitu jauh,
jadi jangan harap hidup kita di masa mendatang
akan tetap lestari dan berlangsuung harmonis dengan alam.
Makalah
ini kami susun berdasarkan Tugas Mata Kuliah Sejarah
Peradaban Barat,
dengan pembahasan “Filsafat Potivisme”.
Makala ini dititikberatkan pada pemikiran-pemikiran para filosof aliran
positivisme.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian positivisme ?
2. Bagaimana
sejarah munculnya filsafat positivisme?
3. Mendeskripsikan
tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme?
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai bagaimana manusia berpikir
positivisme, baik di dalam sistem pembelajaran Memberikan pemahaman tentang apa itu Positivisme, sejarah positivisme,
tokoh-tokoh penganut paham positivisme, tahap-tahap perkembangan akal budi manusia,
postpositivisme,dan gagasan positivisme logis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN POSITIVISME
Kata filsafat berasal dari kata
philosophia (bahasa yunani), berasal dari kata philien yang berarti mencintai
dan shopos yang berarti kebijaksanaan. Jadi , istilah philosophia berarti
mencintai kebijaksanaan. Sedangkan orang yang berusaha mencari kebijaksanaan
tersebut di sebut filsuf atau filosof.[1]
Plato memiliki berbagai gagasan tentang filsafat. Antara lain Plato pernah
mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih
kebenaran yang asli . [2]
Pengertian Positivisme secara etimologi berasal dari kata positive, yang
dalam bahasa filsafat bermakna sebagai suatu peristiwa yang benar-benar
terjadi, yang dapat dialami sebagai suatu realita. Ini berarti, apa yang
disebut sebagai positif bertentangan dengan apa yang hanya ada di dalam
angan-angan (impian), atau terdiri dari apa yang hanya merupakan konstruksi
atas kreasi kemampuan untuk berpikir dari akal manusia.
Dapat disimpulkan pengertian positivisme secara terminologis berarti
merupakan suatu paham yang dalam ‘pencapaian kebenaran’-nya bersumber dan
berpangkal pada kejadian yang benar-benar terjadi. Segala hal diluar itu, sama
sekali tidak dikaji dalam positivisme.
Positivisme merupakan Aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala
hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan
relasi antara istilah-istilah.
Aliran
positivisme ini lahir sebagai penyeimbang pertentangan yang terjadi antara
aliran empirisme[3] dan
aliran rasionalisme[4],
aliran ini lahir berusaha menyempurnakan aliran empirisme dan rasionalisme
dengan cara memasukan perlunya eksperimen dan ukuran ukuranya. Menurut August
comte bahwa indra itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus
di pertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.[5]
Positivisme merupakan Aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala
hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan
relasi antara istilah-istilah.
Positivisme (disebut juga sebagai empirisme logis[6],
empirisme rasional[7],)
adalah sebuah filsafat yang berasal dari Lingkaran
Wina pada tahun 1920-an. Yaitu
kegiatan sekelompok ilmuan yang berkumpul di sebuah universiytas WINA yang
diketuai oleh ilmuan yang bernama Moritz schlik
Positivisme Logis berpendapat bahwa filsafat harus mengikuti rigoritas yang
sama dengan sains. Filsafat harus dapat memberikan kriteria yang ketat untuk
menetapkan apakah sebuah pernyataan adalah benar, salah atau tidak memiliki
arti sama sekali.
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan
dengan metafisika. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data
empiris. Positivisme memerupakan
empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim
karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain
bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme logis ini antara lain Moritz
Schlick, Rudolf
Carnap, Otto
Neurath, dan A.J.
Ayer. Karl Popper, meski awalnya tergabung dalam kelompok Lingkaran Wina, adalah salah satu
kritikus utama terhadap pendekatan neo-positivis ini.
Secara umum, para penganut paham positivisme memiliki minat kuat terhadap
sains dan mempunyai sikap skeptis terhadap ilmu agama dan hal-hal yang berbau
metafisika. Mereka meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan haruslah berdasarkan
inferensi logis yang berdasarkan fakta yang jelas. Sehingga, penganut paham ini
mendukung teori-teori paham realisme, materialisme , naturalisme,
filsafat dan empirisme.
B.
Sejarah
Muncul
Pada
dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa satu-satunya
pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan
melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang
karenanya spekulasi metafisis dihindari. Positivisme, dalam pengertian di atas
dan sebagai pendekatan telah dikenal sejak Yunani Kuno. Terminologi positivisme
dicetuskan pada pertengahan abad ke-19 oleh salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu
Auguste Comte. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga
tahapan historis yaitu teologi, metafisik, dan ilmiah. Dalam tahap teologi, fenomena
alam dan sosial dapat dijelaskan berdasarkan kekuatan spiritual. Pada tahap
metafisik manusia akan mencari penyebab akhir (ultimate causes) dari setiap
fenomena yang terjadi. Dalam tahapan ilmiah usaha untuk menjelasakn fenomena
akan ditinggalkandan ilmuan hanya akan mencari korelasi antarfenomena.
Pengembangan penting dalam paham positivisme klasik dilakukan oleh ahli ilmu
alam Ernst Mach yang mengusulkan pendekatan teori secara fiksi. Teori ilmiah
bermanfaat sebagai alat untuk menghafal, tetapi perkembangan ilmu hanya terjadi
bila fiksi yang bermanfaat digantikan dengan pernyataan yang mengandung hal
yang dapat diobservasi. Meskipun Comte dan Mach mempunyai pengaruh yang besar
dalam penulisan ilmu ekonomi (Comte mempengaruhi pemikiran J.S. Mill dan Pareto
sedangkan pandangan Mach diteruskan oleh Samuelson dan Machlup). Pengaruh yang
paling utama adalah ide dalam pembentukan filosofi ilmiah pada abad 20 yang
disebt logika positivisme (logical
positivism).
Ajaran Pokok Positivsme logis
Pernyataan-pernyataan metafisik tidak bermakna. Pernyataan itu tidak dapat
diverifikasi secara empiris. Tidak ada cara yang mungkin untuk mentukan
kebenarannya ( atau kesalahannya ) dengan mengacu pada pengalaman. Tidak ada
pengalaman yang mungkin yang pernah dapat mendukung pertanyaan-pertanyaan
metafisik seperti : “ Yang tiada itu sendiri tiada” ( The nothing it self
nothing- Das Nichts selbst nichest, Martin Heidegger ), “ yang mutlak
mengatasi Waktu”, “ allah adalah Sempurna “, ada murni tidak mempunyai ciri “,
pernyataan-pernyataan metafisik adalah semu. Metafisik berisi ucapan-ucapan
yang tak bermakna.
Auguste Comte ( 1798-1857 ) ia memiliki peranan yang sangat penting dalam aliran ini.
Istilah “positivisme” ia populerkan. Ia menjelaskan perkembangan pemikiran
manusia dalam kerangka tiga tahap. Pertama,tahap teologis. Disini , peristiwa-peristiwa dalam alam dijelaskan
dengan istilah-istilah kehendak atau tingkah dewa-dewi. Kedua, tahap metafisik. Disini,
peristiwa-peristiwa tersebut dijelaskan melalui hukum-hukum umum tentang alam.
Dan ketiga, tahap positif.Disini,
peristiwa-peristiwa tersebut dijelaskan secara ilmiah.
Upaya-upaya kaum positivis untuk mentransformasikan positivisme menjadi
semacam “agama baru”,cendrung mendiskreditkan pandangan-pandangannya. Tetapi
tekanan pada fakta-fakta, indentifikasi atas fakta-fakta dengan
pengamatan-pengamatan indera,dan upya untuk menjelaskan hukum-hukum umum dengan
induksi berdasarkan fakta,diterima dan de ngan cara berbeda-beda diperluas oleh
J.S Mill ( 1806-1873 ).E.Mach (1838-1916 ), K.Pierson ( 1857-1936 ) dan
P.Brdgeman ( 1882-1961 ).
C. TOKOH-TOKOH YANG MENGANUT PAHAM POSITIVISME
1. Auguste
Comte ( 1798 – 1857 )
Bernama lengkap Isidore Marrie Auguste Francois Xavier Comte, lahir di
Montepellier, Perancis (1798). Keluarganya beragama khatolik yanga berdarah
bangsawan. Dia mendapat pendidikan di Ecole Polytechnique di Paris dan lama
hidup disana. Dikalangan teman-temannya Auguste Comte adalah mahasiswa yang
keras kepala dan suka memberontak, yang meninggalkan Ecole sesudah seorang
mahasiswa yang memberontak dalam mendukung Napoleon dipecat. Auguste Comte
memulai karier professionalnya dengan memberi les dalam bidang Matematika.
Walaupun demikian, perhatian yang
sebenarnya adalah pada masalah-masalah kemanusiaan dan sosial. Tahun 1844, dua
tahun setelah dia menyelesaikan enam jilid karya besarnya yang berjudul
“Clothilde Course of Positive Philosophy”. Comte bertemu dengan Clothilde de
Vaux, seorang ibu yang mengubah kehidupan Comte. Dia berumur beberapa tahun
lebih muda dari pada Comte. Wanita
tersebut sedang ditinggalkan suaminya ketika bertemu dengan Comte pertama
kalinya, Comte langsung mengetahui bahwa perempuan itu bukan sekedar perempuan.
Sayangnya Clothilde de Vaux tidal terlalu meluap-luap seperti Comte. Walaupun
saling berkirim surat cinta beberapa kali, Clothilde de Vaux menganggap
hubungan itu adalah persaudaraan saja. Akhirnya, dalam suratnya Chlothilde de
Vaux menerima menjalin keprihatinan akan kesehatan mental Comte. Hubungan intim
suami isteri rupanya tidak jadi terlaksana, tetapi perasaan mesra sering
diteruskan lewat surat menyurat. Namun, romantika ini tidak berlangsung lama,
Chlothilde de Vaux mengidap penyakit TBC dan hanya beberapa bulan sesudah
bertemu dengan Comte, dia meninggal. Kehidupan Comte lalu bergoncang, dia
bersumpah membaktikan hidupnya untuk mengenang “bidadarinya” itu. Auguste
Comte juga memiliki pemikiran Altruisme. Altruisme merupakan ajaran Comte
sebagai kelanjutan dari ajarannya tentang tiga zaman. Altruisme
diartikan sebagai “menyerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat”. Bahkan,
bukan “salah satu masyarakat”, melainkan “humanite” suku bangsa manusia” pada
umumnya. Jadi, Altruisme bukan sekedar lawan “egoisme”(Juhaya S. Pradja,
2000 : 91). Keteraturan masyarakat yang dicari dalam positivisme hanya dapat
dicapai kalau semua orang dapat menerima altruisme sebagai prinsip dalam
tindakan mereka. Sehubungan dengan altruisme ini, Comte menganggap bangsa
manusia menjadi semacam pengganti Tuhan. Kailahan baru dan positivisme ini
disebut Le Grand Eire “Maha Makhluk” dalam hal ini Comte mengusulkan
untuk mengorganisasikan semacam kebaktian untuk If Grand Eire itu lengkap
dengan imam-imam, santo-santo, pesta-pesta liturgi, dan lain-lain. Ini
sebenarnya dapat dikatakan sebagai “Suatu agama Katholik tanpa agma Masehi”.
Dogma satu-satunya agama ini adalah cinta kasih sebagai prinsip, tata tertib
sebagai dasar, kemajuan sebagai tujuan. Perlu diketahui bahwa ketiga tahap atau
zaman tersebutdi atas menurut Comte tidak hanya berlaku bagi perkembangan
rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi perkembangan perorangan.
Misalnya sebagai kanak-kanak seorang teolog adalah seorang positivis.
2. John Stuart
Mill ( 1806 – 1873 )
Ia adalah seorang filosof Inggris yang menggunakan sistem positivisme pada
ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan. John Stuart Mill memberikan landasan
psikologis terhadap filsafat positivisme. Karena psikologi merupakan pengetahuan
dasar bagi filsafat. Seperti halnya dengan kaum positif, Mill mengakui bahwa
satu-satunya yang menjadi sumber pengetahuan ialah pengalaman. Karena
itu induksi merupakan metode yang paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.
3. H. Taine (
1828 – 1893 )
Ia mendasarkan diri pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik, dan
kesastraan.
4. Emile
Durkheim (1852 – 1917 )
Ia menganggap positivisme sebagai asas sosiologi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a)
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang
menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan
menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisika. Positivisme merupakan
empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim
karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain
bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Para
penganut positivisme beranggapan bahwa dalam menunjukan kebenaran maka harus
merujuk kepada ilmu-ilmu pengetahuan positif. Ilmu pengetahuan positif didapat
dari penggabungan aliran rasional dan empirisme dan ditambahkan dengan metode
ilmiah. Kaum positivisme menolak adanya metafisika yang tidak bisa ditanggkap
dan telaah melalui empiris. Dapat digambarkan konsep kebenaran kaum
positivisme.
b)
Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa
satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman
aktualfisikal. Pengetahuan
demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode
saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari.
Positivisme, dalam pengertian di atas dan sebagai pendekatan telah dikenal
sejak Yunani Kuno. Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan abad
ke-19 oleh salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte percaya
bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan historis yaitu teologi,
metafisik,
dan ilmiah.
c) Tokoh-tokoh
yang menganut paham positivisme : Auguste Comte ( 1798 – 1857 ), John Stuart
Mill ( 1806 – 1873 ), H. Taine ( 1828 – 1893 ), Emile Durkheim (1852 – 1917 ).
B.
Saran
Jadikanlah makalah ini sebagai media
untuk memahami diantara sumber aliran filsafat modern yang biasa memberikan
kekuasaan bagi adanya bahan-bahan yang bersifat pengalaman, jadikanlah makalah
ini sebagai pedoman yang bersifat untuk menambah wawasan pengetahuan, jadikan
acuan pemahaman yang lebih dalam sebagai wadah untuk menampung ilmu.
DAFTAR
PUSTAKA
Bagus
Lorenz, Kamus Filsafat penerbit Gramedia Pustaka.
Muhadjir Noeng ,2001, filsafat
ilmu,Yogyakarta. Rake Sarasin
Tafsir Ahmad,Filsafat umum,
Farihin. 2012 (April, 14). Positivisme,
tokoh-tokoh Positivisme.
Zakia, Estrella. 2011 (April, 19). Filsafat
Positivisme. http://zakiacuteharrier.blogspot.com/2011/04/filsafat-positivisme.html.
[1] A
susanto, filsafat ilmu (jakarta :PT Bumi Angkasa, 2011), hlm. 1.
[2] A
susanto, filsafat ilmu (jakarta :PT Bumi Angkasa, 2011), hlm. 2.
[3] Manusia
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman pengalaman
[4] Manusia
memperoleh pengetahuan melalui akalnya
[5] A
susanto, filsafat ilmu (jakarta :PT Bumi Angkasa, 2011), hlm. 141.
[6] Empirisme adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar
ialah yang logis (mauk akal) dan ada bukti empiris (pengalaman)
[7] Rasionalisme
adalah faham yang mengatakan bahwa akal itulah alat ukur pencari dan pengukur
pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal dan temuanya diukur dengan akal
pula. Dicari dengan akal yaitu dicari dengan berfikir logis. Diukur dengan akal
artmnya apakah temuan itu benar atau tidak