Selasa, 28 November 2017

MAKALAH NIAT OLEH RIZKI DARMAWAN


HAKIKAT NIAT
Niat secara bahasa adalah al-qashdu (maksud) dan al-iradah (keinginan). Ia bukanlah perkataan seseorang ‘nawaitu kadza wa kadza (aku niat begini dan begitu)’. Ulama telah mengatakan bahwa melafazhkan niat ketika shalat dan ibadah-ibadah lainnya merupakan suatu yang diada-adakan (Bid’ah) dalam agama. Tidak pernah dikutip seorang pun dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dengan sanad yang shahih maupun dha’if.
Pada zaman sekarang sangat banyak manusia melafazhkan niatnya, dan mereka menyandarkan perbuatan mereka itu kepada madzhab Asy-Syafi’i. perbuatan ini bermula dari terkecohnya sebagian ulama muta’akhirin dengan perkataan Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’ (Asy-Syafi’i) tentang shalat, “Bahwa shalat itu tidak sama dengan puasa, dan seseorang yang memasuki shalat harus dilakukan dengan dzikir.” Ibnul Qayyim berkata ketika mengomentari perkataan Imam Asy-Syafi’i di atas, “Sebagian orang mengira bahwa yang dimaksud dzikir disini adalah melafalkan niat. Padahal yang dimaksud Asy-Syafi’i dengan dzikir adalah takbiratul ihram, tidak lain”.[1]
Juga telah shahih riwayat dari Ibnu Umar sesungguhnya ia mendengar seorang lelaki berkata (yakni melafazhkan niat) ketika ihramnya, “Allaahumma innii uriidu al-hajja wa al-‘umrah (Ya Allah sesungguhnya aku ingin melaksanakan haji dan umrah)”, maka Ibnu Umar berkata kepadanya, “Apakah kamu ingin memberitahu manusia? Bukankah Allah Maha Mengetahui dengan apa yang ada dalam dirimu? Niat itu adalah maksud atau keinginan hati, dan tidak wajib melafazhkan niat dalam ibadah apapun”.[2]
Diriwayatkan ketika Al-Fadhl bin Ziyad bertanya kepada Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal tentang niat dalam beramal, bagaimana niat itu? Beliau (Imam Ahmad) menjawab, “Hendaklah ia memeriksa dirinya ketika beramal bahwa ia tidak menginginkan manusia dengan amalnya”.[3]
                                                                                          
AMALAN TERGANTUNG PADA NIATNYA
Telah diriwayatkan dalam Ash-Shahihain[4] hadits Umar bin Al-Khaththab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Artinya:
“Sesungguhnya setiap amalan itu (tergantung) pada niatnya. Dan sesungguhnya seseorang itu hanya mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (dinilai) karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena harta dunia yang hendak diraihnya atau wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu hanyalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya”.
Imam As-Syafi’i berkata, “Hadits ini sepertiga ilmu”. Imam Ahmad berkata, “Pokok-pokok Islam terdiri dari tiga hadits, yaitu hadits Umar (hadits ini), hadits Aisyah (Barangsiaipa yang mengada-ada perkara baru dalam urusan agama kami ini, yang bukan berasal darinya, maka amalannya tertolak), dan hadits An-Nu’man bin Basyir (Sesungguhnya yang halal dan yang haram telah jelas)”.[5]
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaih wasallam, “Sesungguhnya setiap amalan itu (tergantung) pada niatnya” maksudnya bahwa amalan yang sesuai sunnah tidak diterima kecuali dengan baiknya niat dari pelakunya. Maka amalan itu tidak akan menjadi baik kecuali dengan  dua syarat, yaitu baiknya amal atau ikhlas dan sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Allah Ta’ala berfirman:
Ï%©!$# t,n=y{ |NöqyJø9$# no4quptø:$#ur öNä.uqè=ö7uÏ9 ö/ä3ƒr& ß`|¡ômr& WxuKtã 4 uqèdur âƒÍyèø9$# âqàÿtóø9$#  
Artinya:
“(Allah) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. (QS. Al-Mulk: 2)
Firman-Nya “Ahsanu ‘amala (yang paling baik amalannya)” maksudnya adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Adapun ikhlas menjadikan amalan tersebut hanya untuk Allah semata, sedangkan benar ialah sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian yang dikatakan oleh al-Fudhail bin ‘Iyad.[6] Kemudian ia membaca firman Allah Ta’ala:
Artinya:
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". QS. Al-Kahf: 110)

BALASAN AMAL TERGANTUNG PADA NIATNYA
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaih wasallam, “Dan sesungguhnya seseorang itu hanya mendapatkan apa yang ia niatkan” maksudnya seseorang itu akan mendapat balasan dari amalan yang sesuai sunnah berdasarkan niat pelakunya. Jika niatnya baik maka balasannya baik, namun jika buruk maka balasannya pun akan buruk. Allah Ta’ala berfirman:

Artinya:                                                                                                                  
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya”. (QS. Al-Hajj:37)
  
Artinya:
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Hud: 15-16)
Imam Ahmad dan Ibnu Majah telah meriwayatkan hadits Zaid bin Tsabit, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda, “Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai keinginannya, maka Allah akan ceraikan urusannya dan menjadikan kefakiran diantara kedua matanya, dan dunia tidak akan mendatanginya kecuali apa yang telah ditetapkan untuknya. Dan barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai niatnya, maka Allah akan mengumpulkan urusannya dan menjadikan kekayaan di hatinya, serta dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina (tunduk)”.[7]
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan salah satu contoh amalan yang sama namun balasan yang berbeda dikarenakan bedanya niat dari pelakunya. Sebagaimana sabdanya, “Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (dinilai) karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena harta dunia yang hendak diraihnya atau wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu hanyalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya”.
Walaupun amalan tersebut tampak sama secara zhahir namun mereka mendapatkan balasan yang berbeda berdasarkan niatnya masing-masing. Karena Allah tidaklah melihat jasad dan rupa hamba, namun Dia melihat hati dan amalan mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaih wasallam bersabda,
إن الله لا ينظر إلى صوركم وأموالكم , ولكن إنما ينظر إلى أعمالكم وقلوبكم
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat jasad-jasad kalian, tidak pula kepada rupa-rupa kalian, akan tetapi Allah melihat hati dan amalan kalian”.[8]
Seseorang hamba yang tidak ikhlas dalam amalnya, maka ia tidak akan mendapatkan apapun dalam amalannya tersebut. Telah diriwayatkan oleh An-Nasa’i dari hadits Abu Umamah, ia berkata, “Datang seorang laki-laki kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Apa menurut pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mencari pahala dan agar dikenang?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Tidak ada sesuatu pun untuknya’. Kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali dengan ikhlas, dan mencari dengan amalan tersebut wajah-Nya’”.[9]
Hal demIkian karena Allah adalah Dzat yang paling tidak butuh dengan sekutu. Diriwayatkan dari Abi Hurairah, dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam dia bersabda, “Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang beramal dengan menyekutukan-Ku dengan selain-Ku di dalamnya, maka Aku akan meninggalkannya beserta sekutunya”.[10]
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya[11] dari hadits Abi Sa’id bin Abi Fadhalah[12] berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaih wasallam bersabda, “Ketika Allah mengumpulkan orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian pada hari yang tidak ada keraguan padanya, kemudian diserukan, ‘Barangsiapa yang menyekutukan Allah ‘Azza wa Jalla dalam amalannya, maka carilah pahalanya dari selain Allah ‘Azza wa Jalla. Karena sesungguhnya Allah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu’”.

URGENSI IKHLAS
Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khaththab bahwa ia berkata, “Amalan yag paling afdhal adalah menunaikan apa saja yang telah Allah Ta’ala  fardhukan, bersikap wara’ dari yang haram, membenarkan niat pada apa yang ada di sisi Allah”.[13]
Yahya bin Abi Katsri berkata, “Pelajarilah niat, karena sesungguhnya niat itu akan menyampaikan kepada amal”. Yusuf bin Asbath berkata, “Mengikhlaskan niat dari kerusakan sangat susah bagi orang yang beramal”. Mutharif bin Abdullah berkata, “Hati baik dengan baiknya amal, dan amal menjadi baik dengan baiknya niat”. Ibnu Al-Mubarak berkata, “Terkadang amalan kecil menjadi besar karena niat, dan terkadang amalan besar menjadi kecil pula karena niat”.[14]
Ibnu Al-Qayyim berkata, “Hati yang suci adalah hati yang bersih dari kesyirikan terhadap Allah dalam beragam bentuknya, bahkan ibadahnya murni hanya untuk Allah, kehendak dan cintanya hanya ditujukan kepada-Nya, dengan tawakal dan kembali hanya kepada-Nya, khasysyah dan harapannya hanya kepada-Nya, serta menjadikan semua amalannya tulus karena Allah. Ringkasnya hati yang selamat dari syahwat yang menyelisihi perintah dan larangan Allah, dengan segala syubhat yang menentang hadits”.[15] Beliau juga mengatakan di tempat yang lain, “Tauhid, tawakal, dan keikhlasan akan menjaganya dari setan”.[16]
Keikhlasan merupakan kekuatan yang sangat dahsyat, sebagaimana yang di jelaskan oleh Asy-Syinqithi. Beliau berkata, “Allah menjelaskan bahwa jika Dia mengetahui adanya keikhlasan pada hati-hati hamba-Nya sebagaimana seharusnya, maka diantara hasil dari keikhlasan itu adalah bahwa mereka akan mengalakan orang yang lebih kuat dari mereka, karena itulah ketika Allah mengetahui keikhlasan pada diri sahabat yang ikut Baiat Ar-Ridwan, sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya,

Artinya:
“Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka”. (QS. Al-Fath: 18)
Maka Dia menjelaskan bahwa diantara buah dari keikhlasan adalah bahwa Allah menjadikan mereka sanggup mengalahkan orang yang sebelumnya menguasai mereka, hal ini sebagaimana dalam firman-Nya,
Artinya:
“Dan (telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan) yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belum dapat menguasainya yang sungguh Allah telah menentukan-Nya”. (QS. Al-Fath: 21)
Allah menegaskan bahwa mereka tidak dapat mengalahkannya, dan Allah menguasainya, lalu Allah menjadikannya harta rampasan perang bagi mereka ketika Dia mengetahui keikhlasan mereka”.[17]
Fawwaz bin Hulayyil As-Suhaimi berkata, “Setiap dakwah yang berpegang teguh bukan pada keikhlasan, baik karena sum’ah, riya’, syuhrah,[18] atau karena mengharapkan kedudukan, karena kebutuhan politik dunia, atau karena mengharapkan gemerlapnya dunia, maka juru dakwah yang demikian tentu tidak akan berhasil dan perkaranya akan gagal”.[19]

JADIKANLAH SEMUA AKTIFITAS SEBAGAI IBADAH
Hendaklah seorang hamba memerhatikan semua tingkah laku yang muncul dari dirinya, baik itu perkataan, perbuatan ataupun keinginan, agar menjadikannya sebagai ibadah. Wahai hamba Allah, letakkanlah selalu ayat berikut ini di depan matamu:
  
Artinya:
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al-An’am:162-163)
Hendaklah kamu menjadi orang yang berniat baik, janganlah kamu menjadi orang yang kebanyakan melakukan adat kebiasaan, arahkan semua urusanmu kepada Allah dengan niat yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaih wassalam bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung pada niatnya…”.[20]
Bersungguh-sungguhlah dalam menyibukkan diri dengan ketaatan dalam setiap waktu dan tempat, jadikanlah lidahmu senantiasa berdzikir, hatimu senantiasa bersyukur, hartamu dimanfaatkan untuk bersedekah dan infak di jalan Allah, jadikan pendengaran, pandangan, dan pemikiranmu pada hal-hal yang dicintai dan diridhai Allah. Letakkanlah hadits Abi Dzar di depan matamu, yaitu sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Bertaqwalah kamu kepada Allah di manapun kamu berada, ikutilah perbuatan buruk dengan melakukan kebaikan, niscaya dia (kebaikan) akan menghapusnya (keburukan), pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik”.[21]




[1] Ibnul Qayyim. Zad Al-Ma’ad. (I/185). Cetakan Pustaka Al-Kautsar.
[2] Ahmad Muhammad An-Na’an. Tazkiyah An-Nufus. (Al-Madinah Al-Munawwarah: Maktabah Asy-Syuruq). h. 17.
[3] Ahmad Farid. As-Salafiyyah fi Syarh Al-Khamsin Ar-Rajabiyyah. (Kairo: Dar Ibnu Al-Jauzi). h. 16.
[4] HR. Al-Bukhari (no. 1), Muslim (no. 1907)
[5] As-Salafiyyah fi Syarh Al-Khamsin Ar-Rajabiyyah. h. 16. Lihat juga Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam.
[6] Lihat Jami’ Ulum wa Al-Hikam oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali.
[7] Hadits Shahih diriwayatkann Ahmad (V/183), dan Ibnu Majah (no.4105).
[8] HR. Muslim dalam kitab al-Birr wa Ash-Shilah, 16/183m Ibnu Majah (no. 4143) dan ini lafazhnya.
[9] Hadits qawiy, dikeluarkan An-Nasa’I (VI/25), dan Ath-Thabrani (7628).
[10] HR. Muslim (no.2985)
[11] Diriwayatkan Ahmad dalam Musnadnya (III/446), (IV/215), hadits ini kuat. Ali bin Al-Madini berkata, “Sanadnya bagus”.
[12] Ia termasuk Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaih wasslam. Wallahu a’lam.
[13] Ahmad Muhammad An-Na’an. Tazkiyah An-Nufus. H. 17.
[14] Lihat Jami’ Ulum wa Al-Hikam oleh Ibnu Rajab, As-Salafiyyah fi Syarh AL-Khamsin Ar-Rajabiyyah oleh Ahmad Farid, dan Tazkiyah An-Nufus oleh Ahmad Muhammad An-Na’an.
[15] Ibnu Al-Qayyim. Igatsah AL-Lahfan min Maqashid Asy-Syaithan. (I/9).
[16] Ibid. (I/45).
[17] Al-Islam Din Al-Kamilun, Muhammad Amin Asy-Syinqithi, h. 49.
[18] Syuhrah adalah ingin dikenal orang lain.
[19] Fawwaz bin Hulayyil As-Suhaimi. Usus Manhaj As-Salaf fi Ad-Da’wah ila Allah. (Jakarta: Darul Haq). h. 34.
[20] HR. Al-Bukhari (no. 1), Muslim (no. 1907)
[21] HR. at-Tirmidzi (no.1987), dan selainnya. At-Tirmidzi menghasankannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon tinggalkan komentar anda yang membangun demi kemajuan Blog ini.